Langsung ke konten utama

Magang atau Kuliah Dulu? Ini Panduan Biar Kamu Tetap On Track di Dunia Kampus & Karier

Image by: hotcourses.co.id Puan, pernah nggak sih, ngerasa kayak lagi di persimpangan hidup? Di satu sisi, Puan ingin fokus kuliah, ngerjain tugas, dan jaga IP biar tetap aman, tapi di sisi lain, teman-teman Puan udah banyak yang sibuk update LinkedIn atau magang di perusahaan keren? Sementara kita baru ngerjain makalah tiga bab aja udah ngos-ngosan. Lalu muncul pertanyaan “Aku harus fokus kuliah dulu, atau mulai magang biar nggak ketinggalan ya?” Tenang, Puanners. Kalau kamu lagi ada di fase itu, kamu nggak sendirian, dan jawabannya adalah nggak harus pilih salah satu. Kuncinya bukan di urutannya, melainkan di bagaimana Puan menemukan keseimbangan dan arah dari keduanya. Kuliah Adalah Fondasi, Magang Adalah Jembatannya Kuliah itu bukan cuma tentang IP dan SKS, melainkan juga waktu untuk membentuk cara berpikir dan mengenali diri. Sementara magang jadi tempat untuk menerapkan semua teori yang udah Puan pelajari di kelas. Keduanya penting, tapi porsinya bisa beda-beda tergantung Puan la...

Hidup Tanpa FOPO: Rahasia Menjadi Lebih Percaya Diri

 

    Image by pngtree.com

Puan pernah enggak sih saat ketika sudah rapi lalu berdiri di depan cermin sambil bertanya ke diri sendiri, seperti “Penampilan aku udah OK belum ya?”, “Make up aku berlebihan enggak ya?”, atau “Aku kelihatan aneh enggak ya pakai baju ini?”. Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul karena Puan khawatir dengan pandangan orang lain? Kalau iya, bisa saja Puan sedang mengalami FOPO atau Fear of Other People’s Opinions.

Apa itu FOPO?

Mengutip dari laman Harvard Business Review, Fear of Other People’s Opinions atau FOPO merupakan istilah yang mengarah pada perasaan cemas yang berlebihan terhadap pandangan orang lain. Alasan timbulnya perasaan cemas, takut, atau tegang ketika akan melakukan suatu aktivitas yang melibatkan banyak orang ialah karena khawatir terhadap ketidaksetujuan sosial pada diri sendiri.


Istilah FOPO dicetuskan oleh Michael Gervais, PhD seorang psikolog sekaligus penulis, yang memiliki pandangan bahwa rasa ketakutan ini merupakan bagian dari kondisi manusia karena kita beroperasi dengan otak yang kuno. Keinginan untuk selalu diterima dan mendapatkan pengakuan menyebabkan Puan menjadi menjalani kehidupan bergerak sesuai dengan pandangan atau keputusan orang lain. Puan menjadi takut untuk terlihat berbeda dari orang lain, sulit mengatakan tidak, dan menjadi sering meminta maaf walaupun tidak melakukan kesalahan.


Penyebab terjadinya FOPO

Ketakutan terhadap pandangan orang lain dapat menghambat kebebasan Puan dalam berekspresi, menjadi kurang percaya diri, bahkan bisa memengaruhi kondisi kesehatan mental. Tentunya ketakutan ini tidak muncul begitu saja, ada sejumlah penyebab yang menimbulkan FOPO.


  1. Lingkungan sosial dan budaya

Psikolog UGM, T. Novi Poespita Candra, S.Psi., M.Si., Ph.D., menjelaskan bahwa budaya feodalisme dan konformitas yang masih cukup melekat di beberapa wilayah di Indonesia memiliki peranan penting dalam memicu terbentuknya FOPO pada masyarakat Indonesia.


Di lingkungan masyarakat masih sangat menghargai akan persetujuan sosial dan keberagaman. Sejak kecil kita sering dianggap aneh ketika memiliki pemikiran yang berbeda dan selalu diajari untuk memiliki pemikiran yang sama dengan anak yang lainnya, dengan dalih keseragaman. Ini menyebabkan seseorang menjadi tidak mengenal secara baik dirinya sendiri. Seseorang yang kurang memiliki kesadaran terhadap diri sendiri menjadi sering mengalami kecemasan terhadap pendapat orang lain dan takut ketika memiliki pemikiran yang berbeda


  1. Pendidikan

Sistem pendidikan yang cenderung lebih berfokus pada nilai dan peringkat juga dapat meningkatkan FOPO pada seseorang. Sebab siswa akan merasa bahwa harga diri mereka bergantung pada penilaian orang lain yang dilihat dari nilai atau peringkat yang diperoleh bukan dari usaha yang selama ini diupayakan, seperti perkembangan pribadi.


  1. Media sosial

Dibalik berbagai kemudahan yang ditawarkan, ternyata media sosial menjadi salah satu faktor terbesar dalam perkembangan FOPO. Melalui media sosial seseorang bisa bebas untuk mengekspresikan dirinya. Namun, ternyata ini menjadikan seseorang membandingkan diri mereka dengan orang lain. Akibatnya muncul perasaan ketakutan akan pandangan negatif dari orang lain karena merasa bahwa hidupnya tidak cukup baik dengan kehidupan orang yang ada di media sosial.


  1. Pengalaman masa kecil

Anak-anak yang sering dikritik atau dipermalukan oleh orang tua atau teman sebayanya cenderung akan memiliki ketakutan pada penilaian orang lain saat dewasa. Sebab pengalaman-pengalaman tersebut bisa membentuk pola pikir bahwa pandangan orang lain merupakan hal yang penting. Kritikan menjadi hal yang harus dihindari, sehingga seseorang akan cenderung bersikap sesuai dengan persetujuan dari orang lain.


Cara mengatasi FOPO

FOPO dapat mengakibatkan gangguan kecemasan sosial dan ini tentunya tidak baik bagi kesehatan mental Puan. Sebab Puan bisa menjadi mudah stres ketika melakukan kesalahan atau kegagalan. Selain itu, bisa saja jadi tidak mengetahui secara pasti keinginan diri sendiri karena terlalu mengikuti pemikiran orang lain. Kondisi ini tidak bisa dibiarkan terus berlangsung seperti itu. Puan bisa mencoba melakukan beberapa hal berikut untuk mengatasinya.


  1. Tumbuhkan kesadaran diri sendiri

Mulailah dengan mengenali diri sendiri lebih mendalam. Puan bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk diri sendiri, seperti apa yang membuat bahagia, hal apa yang dapat membuat kamu cemas atau takut, kapan biasanya hal itu terjadi, dan pertanyaan lainnya. Dengan begitu Puan dapat mulai mengidentifikasi apa saja yang dapat memperkuat munculnya FOPO diri.


  1. Bangun rasa percaya diri

Coba temukan filosofi pribadi sesuai dengan prinsip atau nilai hidup yang bisa menjadi pedoman hidup. Puan juga bisa meningkatkan rasa percaya diri dengan mengucapkan afirmasi positif pada diri sendiri. Lakukan hal-hal tersebut dengan komitmen sehingga bisa menjadi diri sendiri dan lebih menghargai diri sendiri.


  1. Ingatlah semua orang dapat membuat kesalahan

Tidak ada makhluk yang sempurna, setiap orang pernah melakukan kesalahan, baik besar maupun kecil. Jadikan kesalahan sebagai sebuah pelajaran untuk bisa lebih baik kedepannya. Lupakan perkataan-perkataan negatif dengan fokus untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas diri.


  1. Cari lingkungan yang positif

Berada diantara orang-orang yang bisa menerima keberadaan Puan, termasuk kekurangan ataupun kelebihan, memiliki peranan penting dalam menjaga kesehatan mental. Sehingga bisa mengurangi rasa takut terhadap penilaian orang lain. 


  1. Hubungi ahli profesional

Keberadaan ahli profesional, seperti psikolog, tentunya dapat membantu Puan untuk mengatasi kecemasan atau ketakutan terhadap penilaian orang lain. Bahkan mereka juga dapat membantu dalam menemukan akar masalah dari permasalahan yang sedang dihadapi.



Setiap orang mungkin pernah memiliki ketakutan terhadap penilaian orang lain pada dirinya yang membedakan ialah bagaimana mereka menyikapi hal tersebut. Cobalah untuk mencari lingkungan yang positif yang dapat membantu Puan untuk mengatasi ketakutan tersebut. Perlu diingat bahwa tidak semua kritik atau penilaian negatif merupakan hal yang tidak bermanfaat. Jangan sampai justru diri sendirilah yang terlalu menghakimi dengan keras. Jadi jangan ragu untuk meminta bantuan dari para profesional yang ahli dibidang kesehatan mental.



REFERENSI:



Penulis: Farah Unzuria S

Editor: Farah Unzuria S


Komentar

Rubik Puan Popular

Kenyataan Work-Life Balance yang Sering Disalahpahami

Puan nggak sih Puan ngerasa kayak semua hal minta waktu di saat yang sama kuliah, kerja, organisasi, bahkan diri Puan sendiri? Semua bilang “harus seimbang,” tapi nggak ada yang ngajarin gimana caranya. Akhirnya, kita terus coba jadi semuanya: anak yang berbakti, teman yang ada, mahasiswa yang aktif, pekerja yang nggak pernah telat, padahal diam-diam… kita cuma pengen napas sebentar. Mitos 50:50 dan kenapa ia berbahaya Work-life balance sering disalahpahami kayak rumus matematika 50% kerja, 50% istirahat. Padahal hidup nggak sesederhana itu. Keseimbangan bukan angka tetap, tapi kemampuan untuk menyesuaikan fokus sesuai fase hidup. Ada masa di mana Puan lagi all-out di karier atau kampus, dan itu nggak salah. Ada masa juga di mana Puan lagi perlu berhenti, pulih, dan mengembalikan energi dan itu juga bagian dari seimbang. American Psychological Association (2021), mencatat bahwa ketika keseimbangan kerja dan hidup terganggu, stres kronis dan burnout mudah muncul. Jadi, “seimbang” buk...

Magang atau Kuliah Dulu? Ini Panduan Biar Kamu Tetap On Track di Dunia Kampus & Karier

Image by: hotcourses.co.id Puan, pernah nggak sih, ngerasa kayak lagi di persimpangan hidup? Di satu sisi, Puan ingin fokus kuliah, ngerjain tugas, dan jaga IP biar tetap aman, tapi di sisi lain, teman-teman Puan udah banyak yang sibuk update LinkedIn atau magang di perusahaan keren? Sementara kita baru ngerjain makalah tiga bab aja udah ngos-ngosan. Lalu muncul pertanyaan “Aku harus fokus kuliah dulu, atau mulai magang biar nggak ketinggalan ya?” Tenang, Puanners. Kalau kamu lagi ada di fase itu, kamu nggak sendirian, dan jawabannya adalah nggak harus pilih salah satu. Kuncinya bukan di urutannya, melainkan di bagaimana Puan menemukan keseimbangan dan arah dari keduanya. Kuliah Adalah Fondasi, Magang Adalah Jembatannya Kuliah itu bukan cuma tentang IP dan SKS, melainkan juga waktu untuk membentuk cara berpikir dan mengenali diri. Sementara magang jadi tempat untuk menerapkan semua teori yang udah Puan pelajari di kelas. Keduanya penting, tapi porsinya bisa beda-beda tergantung Puan la...

Growth Mindset vs Fixed Mindset: Pilihan Pola Pikir yang Menentukan Masa Depan

Image by  Source of Insight Manusia pada dasarnya diciptakan berbeda beda ya, Puan, begitu juga dengan mindset yang dibangun oleh diri kita sendiri. Menurut Carol Dweck psikologi dari Stanford University mindset terbagi menjadi dua yaitu fixed mindset dan growth mindset . Apa itu fixed mindset ? Fixed mindset merupakan pola pikir yang percaya bahwa suatu kecerdasan ataupun bakat dalam individu yang sifatnya tidak akan pernah berubah. Orang yang mempunyai fixed mindset cenderung mudah menyerah, tidak mau ambil resiko atas tantangan dalam hidup serta mudah merasa terancam atas keberhasilan orang lain. Lalu, apa itu growth mindset ? Growth mindset merupakan pola pikir yang ingin selalu berkembang dan percaya bahwa sebuah kesuksesan bisa didapatkan dengan kerja keras. Dengan kata lain seorang yang mempunyai growth mindset akan selalu tampil berani serta mencoba hal-hal baru. Perbedaan kedua mindset ini apasih? Fixed mindset Menghindari tantangan karena takut dengan kegagalan te...

Fear of Being Perceived: Alasan Kamu Takut Kena Judge

             Puan, dalam ruang sosial pernah nggak sih merasa bahwa ada banyak pasang mata yang seakan mengikuti setiap gerak-gerik? Seakan tatapan orang lain yang bahkan belum tentu kita kenal aja secara nggak langsung memvalidasikan sesuatu yang kita lakukan. Contohnya saat Puan keluar rumah ada kecenderungan untuk tampil secara baik.  Dalam hal ini, semua yang Puan pakai harus menyesuaikan ekspektasi banyak orang di zaman ini. Apa yang kita unggah ke media sosial adalah sisi yang paling baik, tapi belum tentu sisi yang benar-benar mencerminkan diri sendiri. Apa Itu Fear of Being Perceived? Menurut sumber web Psychology Today, pada dasarnya setiap individu memiliki keinginan untuk divalidasi, dilihat, dan dianggap oleh orang lain sebagaimana versi diri kita yang sebenar-benarnya. Namun, dalam perjalanannya mungkin kita pernah mengalami kritik berlebih atau dianggap aneh ketika mencoba menjadi diri sendiri. Sehingga ketika kita mencoba menja...

Spiral of Silence Theory: Jadi Minoritas Jarang Didengar

source: Kompasiana.com Spiral of Silence Theory   atau yang disebut dengan teori spiral keheningan, mungkin terdengar asing ya, Puan? Tapi apakah kamu pernah merasa ketika ingin menyampaikan pendapat dalam suatu isu, namun ada keraguan dan ketakutan karena nanti menjadi terisolasi sendiri, sehingga pendapat tersebut tak jadi kamu disampaikan? Teori spiral keheningan atau  spiral of silence theory  ini pertama kali dicetuskan oleh  Elisabeth Noelle Neumann  (1973) mengenai kelompok minoritas yang cenderung akan menjadi diam atau tidak berani menyampaikan pendapatnya karena takut akan terisolasi dari lingkungan disekitarnya. Maka sering kali, minoritas mengikuti pendapat kelompok mayoritas. source: kumparan.com Dalam lingkup sosial hal ini sering terjadi, bahkan orang cenderung menghindarinya dan lebih memilih mengikuti pendapat mayoritas dengan anggapan bahwa tidak akan merasa sendiri atau terisolasi di tengah masyarakat. Melihat perilaku masyarakat Indonesia ya...