Langsung ke konten utama

Magang atau Kuliah Dulu? Ini Panduan Biar Kamu Tetap On Track di Dunia Kampus & Karier

Image by: hotcourses.co.id Puan, pernah nggak sih, ngerasa kayak lagi di persimpangan hidup? Di satu sisi, Puan ingin fokus kuliah, ngerjain tugas, dan jaga IP biar tetap aman, tapi di sisi lain, teman-teman Puan udah banyak yang sibuk update LinkedIn atau magang di perusahaan keren? Sementara kita baru ngerjain makalah tiga bab aja udah ngos-ngosan. Lalu muncul pertanyaan “Aku harus fokus kuliah dulu, atau mulai magang biar nggak ketinggalan ya?” Tenang, Puanners. Kalau kamu lagi ada di fase itu, kamu nggak sendirian, dan jawabannya adalah nggak harus pilih salah satu. Kuncinya bukan di urutannya, melainkan di bagaimana Puan menemukan keseimbangan dan arah dari keduanya. Kuliah Adalah Fondasi, Magang Adalah Jembatannya Kuliah itu bukan cuma tentang IP dan SKS, melainkan juga waktu untuk membentuk cara berpikir dan mengenali diri. Sementara magang jadi tempat untuk menerapkan semua teori yang udah Puan pelajari di kelas. Keduanya penting, tapi porsinya bisa beda-beda tergantung Puan la...

Emotional Agility: Cara Bijak Mengelola Emosi

Sumber: aventislearning.com

Puan, bagaimana kalau emosi bukan musuh yang harus dihindari, melainkan sahabat yang bisa memandu kita untuk mengambil keputusan yang lebih bijak?

Setiap hari Puan berhadapan dengan emosi yang beragam: senang, cemas, marah, kecewa, sampai rasa tidak berdaya. Sering kali, Puan diajarkan untuk menekan emosi tertentu dan menampilkan emosi lain agar terlihat “baik-baik saja”. Masalahnya, cara ini justru membuat jadi makin lelah. Emosi jadi menumpuk dan akhirnya meledak.

Di sisi lain, ada juga yang membiarkan emosi menguasai dirinya. Sedikit kritik bisa membuat patah semangat, atau kegagalan kecil terasa seperti bencana yang besar. Padahal, emosi bukan musuh yang harus dihindari maupun hal yang harus ditaati. Yang kita butuhkan bukan “positivity berlebihan”, melainkan keterampilan untuk merespons emosi secara sehat dan fleksibel. Keterampilan inilah yang disebut emotional agility.

Apa Itu Emotional Agility?

Konsep ini diperkenalkan oleh psikolog Susan David. Singkatnya, emotional agility adalah kemampuan untuk mengenali, menerima, dan merespons emosi dengan cara yang sehat dan fleksibel. Artinya, alih-alih menganggap emosi sebagai masalah, kita bisa menjadikannya petunjuk untuk lebih mengenali diri.

Kenapa Emotional Agility Penting?

  • Untuk kesehatan mental
    Saat bisa menerima emosi apa adanya, kita jadi lebih ringan dan nggak mudah stres.

  • Untuk karier
    Keluwesan emosi membuat kita lebih tahan banting, adaptif, dan tidak mudah terbawa drama di dunia yang identik dengan perubahan, target, dan tekanan. 

  • Untuk pengembangan diri
    Emosi membantu kita mengenali apa yang benar-benar penting, sehingga keputusan lebih sesuai dengan nilai diri.

Cara Puan Untuk Melatih Emotional Agility

  • Kenali dan beri nama emosi
    Daripada cuma bilang “lagi bad mood”, coba jujur sama diri sendiri, sebenarnya Puan lagi marah, cemas, kecewa, atau takut? Saat emosi diidentifikasi rasanya lebih gampang dikelola.

  • Pisahkan diri dari emosi
    Bedakan antara “aku lagi sedih” dan “aku orang yang sedih”. Dengan cara ini, emosi jadi bagian dari pengalaman, bukan label yang menempel di identitas Puan.

  • Terima tanpa menghakimi
    Nggak ada emosi yang salah. Semua valid. Daripada menolak atau merasa bersalah, coba Puan tanyakan lagi, “Emosi ini sebenarnya mau kasih tahu apa sih ke aku?”

  • Kembali ke nilai diri
    Kalau Puan lagi bingung harus gimana, tanyakan ke diri sendiri: “Apa yang paling penting buatku sekarang?” Jawaban itu bisa jadi kompas buat Puan menentukan langkah selanjutnya.

Kita memang nggak bisa mengatur semua hal dalam hidup, tapi kita selalu bisa mengatur cara meresponsnya. Emotional agility membantu Puan berdamai dengan emosi, Bukan dengan melawan atau larut di dalamnya, tapi dengan menerima dan berjalan berdampingan.

Dengan keterampilan ini, kita bisa menghadapi tantangan dengan lebih tenang, tetap jadi diri sendiri, dan pelan-pelan bertumbuh menjadi versi diri yang lebih kuat.


Referensi

Author & Editor
Diinaar F. Berlian

Komentar

Rubik Puan Popular

Kenyataan Work-Life Balance yang Sering Disalahpahami

Puan nggak sih Puan ngerasa kayak semua hal minta waktu di saat yang sama kuliah, kerja, organisasi, bahkan diri Puan sendiri? Semua bilang “harus seimbang,” tapi nggak ada yang ngajarin gimana caranya. Akhirnya, kita terus coba jadi semuanya: anak yang berbakti, teman yang ada, mahasiswa yang aktif, pekerja yang nggak pernah telat, padahal diam-diam… kita cuma pengen napas sebentar. Mitos 50:50 dan kenapa ia berbahaya Work-life balance sering disalahpahami kayak rumus matematika 50% kerja, 50% istirahat. Padahal hidup nggak sesederhana itu. Keseimbangan bukan angka tetap, tapi kemampuan untuk menyesuaikan fokus sesuai fase hidup. Ada masa di mana Puan lagi all-out di karier atau kampus, dan itu nggak salah. Ada masa juga di mana Puan lagi perlu berhenti, pulih, dan mengembalikan energi dan itu juga bagian dari seimbang. American Psychological Association (2021), mencatat bahwa ketika keseimbangan kerja dan hidup terganggu, stres kronis dan burnout mudah muncul. Jadi, “seimbang” buk...

Magang atau Kuliah Dulu? Ini Panduan Biar Kamu Tetap On Track di Dunia Kampus & Karier

Image by: hotcourses.co.id Puan, pernah nggak sih, ngerasa kayak lagi di persimpangan hidup? Di satu sisi, Puan ingin fokus kuliah, ngerjain tugas, dan jaga IP biar tetap aman, tapi di sisi lain, teman-teman Puan udah banyak yang sibuk update LinkedIn atau magang di perusahaan keren? Sementara kita baru ngerjain makalah tiga bab aja udah ngos-ngosan. Lalu muncul pertanyaan “Aku harus fokus kuliah dulu, atau mulai magang biar nggak ketinggalan ya?” Tenang, Puanners. Kalau kamu lagi ada di fase itu, kamu nggak sendirian, dan jawabannya adalah nggak harus pilih salah satu. Kuncinya bukan di urutannya, melainkan di bagaimana Puan menemukan keseimbangan dan arah dari keduanya. Kuliah Adalah Fondasi, Magang Adalah Jembatannya Kuliah itu bukan cuma tentang IP dan SKS, melainkan juga waktu untuk membentuk cara berpikir dan mengenali diri. Sementara magang jadi tempat untuk menerapkan semua teori yang udah Puan pelajari di kelas. Keduanya penting, tapi porsinya bisa beda-beda tergantung Puan la...

Growth Mindset vs Fixed Mindset: Pilihan Pola Pikir yang Menentukan Masa Depan

Image by  Source of Insight Manusia pada dasarnya diciptakan berbeda beda ya, Puan, begitu juga dengan mindset yang dibangun oleh diri kita sendiri. Menurut Carol Dweck psikologi dari Stanford University mindset terbagi menjadi dua yaitu fixed mindset dan growth mindset . Apa itu fixed mindset ? Fixed mindset merupakan pola pikir yang percaya bahwa suatu kecerdasan ataupun bakat dalam individu yang sifatnya tidak akan pernah berubah. Orang yang mempunyai fixed mindset cenderung mudah menyerah, tidak mau ambil resiko atas tantangan dalam hidup serta mudah merasa terancam atas keberhasilan orang lain. Lalu, apa itu growth mindset ? Growth mindset merupakan pola pikir yang ingin selalu berkembang dan percaya bahwa sebuah kesuksesan bisa didapatkan dengan kerja keras. Dengan kata lain seorang yang mempunyai growth mindset akan selalu tampil berani serta mencoba hal-hal baru. Perbedaan kedua mindset ini apasih? Fixed mindset Menghindari tantangan karena takut dengan kegagalan te...

Fear of Being Perceived: Alasan Kamu Takut Kena Judge

             Puan, dalam ruang sosial pernah nggak sih merasa bahwa ada banyak pasang mata yang seakan mengikuti setiap gerak-gerik? Seakan tatapan orang lain yang bahkan belum tentu kita kenal aja secara nggak langsung memvalidasikan sesuatu yang kita lakukan. Contohnya saat Puan keluar rumah ada kecenderungan untuk tampil secara baik.  Dalam hal ini, semua yang Puan pakai harus menyesuaikan ekspektasi banyak orang di zaman ini. Apa yang kita unggah ke media sosial adalah sisi yang paling baik, tapi belum tentu sisi yang benar-benar mencerminkan diri sendiri. Apa Itu Fear of Being Perceived? Menurut sumber web Psychology Today, pada dasarnya setiap individu memiliki keinginan untuk divalidasi, dilihat, dan dianggap oleh orang lain sebagaimana versi diri kita yang sebenar-benarnya. Namun, dalam perjalanannya mungkin kita pernah mengalami kritik berlebih atau dianggap aneh ketika mencoba menjadi diri sendiri. Sehingga ketika kita mencoba menja...

Spiral of Silence Theory: Jadi Minoritas Jarang Didengar

source: Kompasiana.com Spiral of Silence Theory   atau yang disebut dengan teori spiral keheningan, mungkin terdengar asing ya, Puan? Tapi apakah kamu pernah merasa ketika ingin menyampaikan pendapat dalam suatu isu, namun ada keraguan dan ketakutan karena nanti menjadi terisolasi sendiri, sehingga pendapat tersebut tak jadi kamu disampaikan? Teori spiral keheningan atau  spiral of silence theory  ini pertama kali dicetuskan oleh  Elisabeth Noelle Neumann  (1973) mengenai kelompok minoritas yang cenderung akan menjadi diam atau tidak berani menyampaikan pendapatnya karena takut akan terisolasi dari lingkungan disekitarnya. Maka sering kali, minoritas mengikuti pendapat kelompok mayoritas. source: kumparan.com Dalam lingkup sosial hal ini sering terjadi, bahkan orang cenderung menghindarinya dan lebih memilih mengikuti pendapat mayoritas dengan anggapan bahwa tidak akan merasa sendiri atau terisolasi di tengah masyarakat. Melihat perilaku masyarakat Indonesia ya...