Bukan Tentang SEMPURNA Melainkan Tentang Percaya: Merawat SELF EFFICACY di Tengah Life Standard TikTok.
Image by: emy-l
Puan, pernah nggak si merasa cemas dan insecure ketika scrolling TikTok?...
Tanpa sadar di saat kita scrolling, sering muncul konten “life standard” di FYP kita yang mengatakan jika di usia segini harus punya karier begini, pasangan begitu, dan pencapaian setinggi itu sehingga berujung membuat suasana yang nggak nyaman. Dalam hitungan detik, tanpa sadar kita membandingkan diri. Lalu muncul suara kecil di kepala, “Kok aku belum kayak mereka ya?” Pelan-pelan, rasa percaya diri terkikis, dan kita mulai ragu pada kemampuan diri sendiri.
TikTok mungkin memiliki standard tersendiri, tetapi apakah kita perlu mengikuti standard tersebut? Kita berhak menentukan hidup kita sendiri, kita bertanggung jawab atas apa yang kita pilih, dan kita berhak menentukan arah dan tujuan hidup kita.
...Karena hidup bukan tentang siapa yang lebih cepat mencapai sesuatu, melainkan siapa yang mampu bertahan dan tumbuh dalam setiap prosesnya. Proses juga bukan tentang hasil, melainkan tentang langkah yang kita tentukan dan ambil dengan bijak.
Fenomena perbandingan di TikTok ini berkaitan erat dengan konsep self-efficacy, yang mana keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk mengatur dan melaksanakan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tertentu. Ketika kita yakin bahwa kita mampu, kita cenderung lebih berani mencoba hal baru, tidak mudah menyerah saat gagal, dan lebih percaya pada proses. Namun sebaliknya, ketika keyakinan itu goyah karena terlalu sering melihat “kehidupan sempurna” orang lain di media sosial, kita mulai kehilangan arah dan motivasi. Di sinilah pentingnya merawat self-efficacy di tengah gempuran “life standard TikTok”.
Apa Itu Self Efficacy?
Self-efficacy adalah keyakinan dalam diri bahwa “aku bisa”. Bukan karena orang lain yang mengatakan ataupun standar kehidupan yang ada, melainkan karena kita percaya bahwa kita mampu berusaha, belajar, dan berkembang dari setiap proses yang kita jalani.
Seperti dijelaskan oleh Albert Bandura (1997), self-efficacy adalah kepercayaan seseorang terhadap kemampuannya untuk mengorganisasi dan mengeksekusi tindakan yang diperlukan guna mencapai tujuan tertentu. Keyakinan ini memengaruhi bagaimana kita berpikir, merasa, dan berperilaku ketika menghadapi tantangan.
Kenapa Self Efficacy Penting?
Menurut Bandura, self-efficacy berperan besar dalam bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri dan dunianya. Ini bukan sekadar rasa percaya diri, melainkan fondasi dalam menghadapi tekanan hidup.
Nah, berikut alasan kenapa self-efficacy penting banget untuk dijaga, terutama di tengah tekanan “life standard” yang sering muncul di TikTok:
Membentuk Keberanian untuk Melangkah.
Ketika kita yakin pada diri sendiri, kita lebih berani mencoba tanpa takut gagal.Meningkatkan Ketahanan Mental.
Self-efficacy membuat kita tangguh dan tidak mudah menyerah meski hidup tidak selalu sesuai harapan.Membantu Lepas dari Perbandingan Sosial.
Keyakinan diri yang kuat membantu kita fokus pada perjalanan sendiri, bukan pencapaian orang lain.Menjaga Keseimbangan Emotional Intelligence.
Dengan self-efficacy, kita bisa menerima bahwa setiap orang punya waktunya masing-masing. Tidak perlu terburu-buru, yang penting terus tumbuh.
Jadi, self-efficacy bukan tentang siapa yang paling cepat mencapai titik puncaknya, melainkan tentang siapa yang tetap percaya pada proses diri sendiri, bahkan ketika dunia seolah meminta kita menjadi seperti orang lain.
Cara Merawat Self Efficacy di Tengah “Life Standard” TikTok
Menjaga self-efficacy di era digital bukan hal mudah, apalagi ketika standar hidup orang lain terus muncul di layar kita. Tapi, bukan berarti tidak mungkin.
Batasi Perbandingan, Fokus pada Proses.
Setiap orang punya waktunya sendiri. Fokuslah pada langkah kecil yang bisa kamu syukuri hari ini.
Rayakan Setiap Progres.
Banggalah pada setiap usaha yang kamu lakukan, sekecil apa pun.Bangun Lingkungan yang Positif.
Ikuti orang-orang yang memberi semangat, bukan tekanan.Berbicara Baik dengan Diri Sendiri.
Saat pikiran negatif datang, ubah kalimatnya menjadi lebih lembut. Dari “aku nggak bisa” menjadi “aku sedang belajar.”
Puan, dunia mungkin akan terus memberi standar kehidupan, namun hanya kita yang bisa menentukan makna dari perjalanan hidup kita sendiri. Tidak ada waktu yang salah, tidak ada langkah yang terlalu kecil. Selama kita terus percaya pada kemampuan diri, kita sedang berjalan di arah yang benar. Karena hidup bukan tentang menjadi sempurna, tapi tentang percaya, percaya bahwa kita mampu, kita cukup, dan kita pantas tumbuh dengan cara kita sendiri.
Referensi:
Jia, W., Zhang, X., & Huang, L. (2024). The Impact of Social Media on Users' Self-Efficacy and Loneliness: The Mediating Role of Social Support. Journal of Behavioral and Cognitive Therapy.
Yunani, M. (2025). The Influence of TikTok Media Exposure on Body Image and Self-Esteem among Adolescents.
Bonfanti, R.C. et al. (2025). A systematic review and meta-analysis on social media use and social comparison related to body image and mental health.
Fitri, L. (2024). The Relationship between Social Comparison and Self Esteem in TikTok Users.
Amelia, I. (2025). The Intensity of TikTok Use and Social Comparison on Teenagers' Self-Esteem.
Komentar
Posting Komentar