Langsung ke konten utama

Magang atau Kuliah Dulu? Ini Panduan Biar Kamu Tetap On Track di Dunia Kampus & Karier

Image by: hotcourses.co.id Puan, pernah nggak sih, ngerasa kayak lagi di persimpangan hidup? Di satu sisi, Puan ingin fokus kuliah, ngerjain tugas, dan jaga IP biar tetap aman, tapi di sisi lain, teman-teman Puan udah banyak yang sibuk update LinkedIn atau magang di perusahaan keren? Sementara kita baru ngerjain makalah tiga bab aja udah ngos-ngosan. Lalu muncul pertanyaan “Aku harus fokus kuliah dulu, atau mulai magang biar nggak ketinggalan ya?” Tenang, Puanners. Kalau kamu lagi ada di fase itu, kamu nggak sendirian, dan jawabannya adalah nggak harus pilih salah satu. Kuncinya bukan di urutannya, melainkan di bagaimana Puan menemukan keseimbangan dan arah dari keduanya. Kuliah Adalah Fondasi, Magang Adalah Jembatannya Kuliah itu bukan cuma tentang IP dan SKS, melainkan juga waktu untuk membentuk cara berpikir dan mengenali diri. Sementara magang jadi tempat untuk menerapkan semua teori yang udah Puan pelajari di kelas. Keduanya penting, tapi porsinya bisa beda-beda tergantung Puan la...

Bicara pada Diri Sendiri: Bermanfaat atau Berbahaya?

 


Photo by Tara Winstead

Tanpa sadar, kita terkadang mendapati diri sedang berbicara sendirian. Pernah tiba-tiba bergumam, "Oke, waktunya kita makan," atau bertanya seolah ada orang lain di dalam diri kita, "Eh, ini lokasinya benar gak, ya?" Entah itu bergumam saat kebingungan, memberikan motivasi saat kesulitan, atau menyuarakan isi pikiran seperti sedang berada di acara podcast, semua itu sangat wajar dan normal.

Berbicara pada diri sendiri bisa menjadi alat komunikasi internal yang kuat. Kebiasaan ini juga dikenal dengan istilah self-talk dalam psikologi. Menariknya, seiring bertambah dewasa, frekuensi berbicara pada diri sendiri cenderung berkurang, tidak seintens saat kita masih kecil.


Apa itu self-talk?

Self-talk atau bicara sendirian adalah cara kita berkomunikasi pada diri sendiri, baik itu dalam hati atau diucapkan dengan keras. Kebiasaan ini punya pengaruh besar terhadap cara kita berpikir, merasakan, dan bertindak. Oleh karena itu, penting sekali untuk menyadari apakah self-talk kita cenderung positif, netral, atau negatif. 

Menurut penelitian dari Middle Tennessee State University, self-talk yang positif dapat mencerminkan pengelolaan emosi dan mindfulness yang merupakan kunci dari kecerdasan emosional seseorang. Meskipun sering dilakukan secara spontan, bukan berarti self-talk terjadi tanpa alasan yang jelas.


Kenapa kita bicara pada diri sendiri?

Menurut Dr. Brinthaupt, ada dua teori yang menjadi alasan mengapa seseorang bicara sendirian:

  1. Social isolation theory: Self-talk terjadi sesimpel karena seseorang merasa sendirian dan ingin mengusir sepi.

  2. Cognitive disruption theory: Self-talk terjadi saat seseorang berada di situasi sulit yang memengaruhi kondisi mental mereka.

Jadi, wajar sekali kalau Puan bicara sendiri. Bahkan, hampir semua orang juga begitu. Self-talk bisa jadi cara ampuh untuk memproses emosi dan salah satu cara kita bisa berdiskusi dengan diri sendiri. Selain itu, self-talk juga memiliki banyak sekali manfaat.


Manfaat bicara pada diri sendiri

  • Memperjelas Isi Pikiran

Mengungkapkan isi pikiran secara verbal bisa membuatnya lebih mudah dipahami. Ini memudahkan Puan untuk membuat keputusan, mengatur sesuatu, atau menghadapi masalah.

  • Memotivasi Diri

Memberikan semangat pada diri sendiri dengan kalimat seperti, "Aku pasti bisa!" mampu meningkatkan rasa percaya diri Puan dan membantu menjaga fokus.

  • Mengelola Emosi

Self-talk dapat mengelola perasaan Puan dengan lebih baik. Contohnya, jika Puan gugup sebelum presentasi, mengatakan, "Tenang, udah aku siapin semuanya dengan baik!" bisa sangat membantu mengurangi kecemasan.

  • Memperkuat Pembelajaran atau Hafalan

Berbicara keras-keras saat mempelajari hal baru dapat membantu Puan mengingat dan memahami informasi yang masuk dengan lebih efektif.

  • Memecahkan Masalah Personal

Menyuarakan suatu masalah dengan suara lantang membantu Puan memproses informasi lebih dalam dan objektif, sehingga menemukan solusi yang tepat.


Kapan bicara sendirian bisa jadi tanda bahaya?

Berbicara pada diri sendiri dengan ucapan yang positif memang punya banyak manfaat. Namun, saat ucapan tersebut jadi negatif, ini justru bisa memperkuat emosi buruk. Self-talk yang negatif dapat memicu depresi, rendah diri, dan menyerang kesehatan mental lainnya.

Oleh karena itu, sangat penting untuk membedakan antara self-talk yang sehat dan psikosis. Menurut National Institute of Mental Health of America, self-talk yang sehat itu sifatnya alami, disadari, dan bisa dikendalikan. Sementara itu, psikosis muncul dari persepsi yang diyakini nyata, padahal  itu hanyalah halusinasi. Psikosis yang menjadi gejala utama skizofrenia juga dapat menyebabkan self-talk terdengar kacau dan tidak masuk akal.


Jadi, kunci untuk mendapatkan manfaat dari self-talk terletak pada bagaimana Puan mengelolanya. Jangan terlalu larut pada pikiran negatif dan perlakukan diri Puan dengan kebaikan serta pengertian yang sama seperti saat berinteraksi dengan seorang teman. Saat membuat kesalahan, akui saja dan fokus pada pelajaran berharga yang dapat diambil dari hal tersebut. Dengan begitu, self-talk Puan akan menjadi alat yang kuat untuk menjaga kesehatan mental Puan.



References:

Mosunic, C. (2025, September 3). Why do I talk to myself? What your self-talk means. Calm Blog. https://blog.calm.com/blog/why-do-i-talk-to-myself


Porrey, M. (2025, Juli 20). Is It Normal to Talk to Yourself? Here’s When It’s Not. Verywell Health. https://www.verywellhealth.com/is-talking-to-yourself-normal-5272241



Author & Editor:
Dwi Khumaeroh Saadah

Komentar

Rubik Puan Popular

Kenyataan Work-Life Balance yang Sering Disalahpahami

Puan nggak sih Puan ngerasa kayak semua hal minta waktu di saat yang sama kuliah, kerja, organisasi, bahkan diri Puan sendiri? Semua bilang “harus seimbang,” tapi nggak ada yang ngajarin gimana caranya. Akhirnya, kita terus coba jadi semuanya: anak yang berbakti, teman yang ada, mahasiswa yang aktif, pekerja yang nggak pernah telat, padahal diam-diam… kita cuma pengen napas sebentar. Mitos 50:50 dan kenapa ia berbahaya Work-life balance sering disalahpahami kayak rumus matematika 50% kerja, 50% istirahat. Padahal hidup nggak sesederhana itu. Keseimbangan bukan angka tetap, tapi kemampuan untuk menyesuaikan fokus sesuai fase hidup. Ada masa di mana Puan lagi all-out di karier atau kampus, dan itu nggak salah. Ada masa juga di mana Puan lagi perlu berhenti, pulih, dan mengembalikan energi dan itu juga bagian dari seimbang. American Psychological Association (2021), mencatat bahwa ketika keseimbangan kerja dan hidup terganggu, stres kronis dan burnout mudah muncul. Jadi, “seimbang” buk...

Magang atau Kuliah Dulu? Ini Panduan Biar Kamu Tetap On Track di Dunia Kampus & Karier

Image by: hotcourses.co.id Puan, pernah nggak sih, ngerasa kayak lagi di persimpangan hidup? Di satu sisi, Puan ingin fokus kuliah, ngerjain tugas, dan jaga IP biar tetap aman, tapi di sisi lain, teman-teman Puan udah banyak yang sibuk update LinkedIn atau magang di perusahaan keren? Sementara kita baru ngerjain makalah tiga bab aja udah ngos-ngosan. Lalu muncul pertanyaan “Aku harus fokus kuliah dulu, atau mulai magang biar nggak ketinggalan ya?” Tenang, Puanners. Kalau kamu lagi ada di fase itu, kamu nggak sendirian, dan jawabannya adalah nggak harus pilih salah satu. Kuncinya bukan di urutannya, melainkan di bagaimana Puan menemukan keseimbangan dan arah dari keduanya. Kuliah Adalah Fondasi, Magang Adalah Jembatannya Kuliah itu bukan cuma tentang IP dan SKS, melainkan juga waktu untuk membentuk cara berpikir dan mengenali diri. Sementara magang jadi tempat untuk menerapkan semua teori yang udah Puan pelajari di kelas. Keduanya penting, tapi porsinya bisa beda-beda tergantung Puan la...

Growth Mindset vs Fixed Mindset: Pilihan Pola Pikir yang Menentukan Masa Depan

Image by  Source of Insight Manusia pada dasarnya diciptakan berbeda beda ya, Puan, begitu juga dengan mindset yang dibangun oleh diri kita sendiri. Menurut Carol Dweck psikologi dari Stanford University mindset terbagi menjadi dua yaitu fixed mindset dan growth mindset . Apa itu fixed mindset ? Fixed mindset merupakan pola pikir yang percaya bahwa suatu kecerdasan ataupun bakat dalam individu yang sifatnya tidak akan pernah berubah. Orang yang mempunyai fixed mindset cenderung mudah menyerah, tidak mau ambil resiko atas tantangan dalam hidup serta mudah merasa terancam atas keberhasilan orang lain. Lalu, apa itu growth mindset ? Growth mindset merupakan pola pikir yang ingin selalu berkembang dan percaya bahwa sebuah kesuksesan bisa didapatkan dengan kerja keras. Dengan kata lain seorang yang mempunyai growth mindset akan selalu tampil berani serta mencoba hal-hal baru. Perbedaan kedua mindset ini apasih? Fixed mindset Menghindari tantangan karena takut dengan kegagalan te...

Fear of Being Perceived: Alasan Kamu Takut Kena Judge

             Puan, dalam ruang sosial pernah nggak sih merasa bahwa ada banyak pasang mata yang seakan mengikuti setiap gerak-gerik? Seakan tatapan orang lain yang bahkan belum tentu kita kenal aja secara nggak langsung memvalidasikan sesuatu yang kita lakukan. Contohnya saat Puan keluar rumah ada kecenderungan untuk tampil secara baik.  Dalam hal ini, semua yang Puan pakai harus menyesuaikan ekspektasi banyak orang di zaman ini. Apa yang kita unggah ke media sosial adalah sisi yang paling baik, tapi belum tentu sisi yang benar-benar mencerminkan diri sendiri. Apa Itu Fear of Being Perceived? Menurut sumber web Psychology Today, pada dasarnya setiap individu memiliki keinginan untuk divalidasi, dilihat, dan dianggap oleh orang lain sebagaimana versi diri kita yang sebenar-benarnya. Namun, dalam perjalanannya mungkin kita pernah mengalami kritik berlebih atau dianggap aneh ketika mencoba menjadi diri sendiri. Sehingga ketika kita mencoba menja...

Spiral of Silence Theory: Jadi Minoritas Jarang Didengar

source: Kompasiana.com Spiral of Silence Theory   atau yang disebut dengan teori spiral keheningan, mungkin terdengar asing ya, Puan? Tapi apakah kamu pernah merasa ketika ingin menyampaikan pendapat dalam suatu isu, namun ada keraguan dan ketakutan karena nanti menjadi terisolasi sendiri, sehingga pendapat tersebut tak jadi kamu disampaikan? Teori spiral keheningan atau  spiral of silence theory  ini pertama kali dicetuskan oleh  Elisabeth Noelle Neumann  (1973) mengenai kelompok minoritas yang cenderung akan menjadi diam atau tidak berani menyampaikan pendapatnya karena takut akan terisolasi dari lingkungan disekitarnya. Maka sering kali, minoritas mengikuti pendapat kelompok mayoritas. source: kumparan.com Dalam lingkup sosial hal ini sering terjadi, bahkan orang cenderung menghindarinya dan lebih memilih mengikuti pendapat mayoritas dengan anggapan bahwa tidak akan merasa sendiri atau terisolasi di tengah masyarakat. Melihat perilaku masyarakat Indonesia ya...