Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2025

Saving to Stay Sane: Hidup Hemat di Era Tekanan Konsumtif

  Image by:  Sampoerna Academy Puan, kita tau bahwa di tengah kondisi ekonomi yang terus berubah, banyak anak muda di Indonesia harus menghadapi kenyataan pahit, biaya hidup yang semakin tinggi, sementara penghasilan tidak selalu ikut naik. Mulai dari harga sewa tempat tinggal, biaya transportasi, hingga kebutuhan pokok yang semakin mahal. Semuanya semakin menjadi beban tersendiri, terutama bagi mereka yang hidup mandiri di kota besar atau baru mulai melangkah ke dunia kerja. Situasi ini mendorong munculnya kebutuhan untuk mengelola keuangan secara lebih bijak. Bukan sekadar berhemat, melainkan menjalani gaya hidup yang benar-benar memperhitungkan setiap pengeluaran. Di sinilah konsep frugal living menjadi relevan. Bukan karena ikut-ikutan tren, tapi karena memang dibutuhkan sebagai strategi bertahan di tengah tekanan ekonomi dan sosial. Lalu, Apa itu Frugal Living ? Frugal living adalah pola pikir dan gaya hidup di mana seseorang secara sadar membatasi pengeluaran yang dira...

Menerapkan Stoicism dalam Bermedia Sosial: Mau Upload Sesuatu tapi Malu? Tenang, Orang-Orang Nggak Se-Peduli Itu Kok!

Image by  www.socialmediae.com         Pernah nggak sih, Puan merasa ragu untuk posting sesuatu di media sosial? Misalnya, takut dibilang nggak produktif atau dianggap nggak ada kerjaan. Banyak sekali orang yang saat ini sedang sibuk membangun personal branding di Instagram, LinkedIn, atau media sosial lainnya. Mulai dari upload berbagai pencapaian, pengalaman di organisasi, hingga kegiatan volunteer yang kelihatannya asik dan keren banget. Nggak sedikit juga yang update hal-hal tersebut bahkan di akun kedua atau second account mereka.           Nggak ada yang salah dengan hal itu. Namun, di sisi lain, banyak juga yang akhirnya jadi minder . "Duh, kalau gue cuma upload foto kopi doang, kelihatan nggak produktif banget, nggak, sih?" atau "Mau post selfie aja kok jadi mikir-mikir, takut dikira nggak ada kerjaan." Pernah merasa begitu? Yuk, baca artikel ini sampai selesai! Pahami Fungsi Media Sosial yang Berbeda-beda ...

Burnout, Sibuk, Tapi Gak Produktif? Mungkin Puan Terjebak Time Poverty

  Sumber:  chubb.com Puan pernah enggak merasa kalau waktu 24 jam dalam sehari enggak cukup? Bangun pagi dengan daftar tugas yang panjang, bekerja atau kuliah, mengurus keperluan pribadi, lalu tiba-tiba hari sudah berakhir tanpa sempat beristirahat. Ini namanya Puan mengalami fenomena yang disebut time poverty atau"kemiskinan waktu".     Ini bukan sekadar soal sibuk, tapi lebih ke perasaan tidak punya cukup waktu untuk diri sendiri. Tekanan multitasking dalam karier, pendidikan, dan kehidupan sosial sering bikin Puan terjebak dalam siklus tanpa akhir. Tapi, kenapa ini lebih sering dialami perempuan? Dan, yang lebih penting, gimana cara keluar dari jebakan ini? Apa Itu Time Poverty? Time poverty adalah kondisi ketika seseorang merasa kekurangan waktu karena banyaknya tanggung jawab. Ini bukan hanya soal pekerjaan atau studi, tapi juga ekspektasi sosial yang menuntut Puan untuk sukses di semua lini kehidupan—karier, keluarga, dan penampilan. Kenapa Kita...

Ditolak Magang? Yuk, Bangkit dan Coba Lagi!

Puan, pernahkah menerima email seperti ini? "Terima kasih telah melamar posisi ini. Namun, setelah pertimbangan, kami memutuskan untuk melanjutkan dengan kandidat lain. Semoga sukses untuk perjalanan karirmu!" Membaca kalimat itu bisa terasa seperti pukulan telak, bukan? Apalagi kalau Puan sudah menunggu berhari-hari, penuh harap, dan merasa cocok dengan posisi yang dilamar. Namun, apakah penolakan ini berarti Puan kurang berbakat atau tidak cukup baik? Belum tentu, Puan! Banyak faktor yang membuat lamaran magang ditolak, dan sering kali tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan atau potensi. Bisa jadi, perusahaan mencari kandidat dengan pengalaman spesifik yang saat ini belum Puan miliki. Atau proses seleksinya sangat kompetitif, dan Puan kalah tipis dari kandidat lain. Namun, di balik semua itu, ada satu hal penting yang perlu Puan tahu: ditolak itu bukan akhir dari segalanya. Penolakan adalah bagian dari perjalanan menuju sukses. Nah, daripada tenggelam dalam overthinking ,...

Mau Dikenal? Yuk, Bangun Personal Branding Kamu di Dunia Digital!

     Source: Pinterest      Di era digital saat ini, personal branding telah menjadi salah satu kunci untuk menonjol di tengah persaingan. Dengan personal branding yang kuat, Puan bisa membangun citra sebagai pemimpin di bidangnya. Caranya? Dengan menceritakan siapa kamu, menunjukkan keahlian yang dimiliki, dan mengkurasi identitas yang ingin dikenal oleh orang lain. Personal branding bukan hanya soal tampil beda, tetapi juga soal meninggalkan kesan yang berpengaruh.      Lalu, gimana caranya untuk membangun personal branding yang unik dan otentik? Yuk, ikuti artikel ini sampai habis! 1. Tentukan Identitas Brand Kamu Sebelum terjun ke dunia media sosial atau memulai blog, coba Puan luangkan waktu untuk refleksi diri. Pikirkan, siapa dirimu? Apa nilai yang kamu junjung? Apa yang membuatmu unik dibanding orang lain? Terakhir, bagaimana kamu ingin dikenal? Jawaban-jawaban ini akan menjadi dasar dari personal branding -mu. Setelah itu, coba mul...

Fashion Designer Bukan Sekedar Mendesain Baju, Yuk Ketahui Tanggung Jawab dari Profesi Ini!

  Source: Freepik Siapakah di antara Puan yang pecinta fashion ? Tentunya pakaian indah yang Puan kenakan nggak asal jadi, pastinya ada proses pembuatan dan campur tangan seorang fashion designer . Tahukah Puan seorang fashion designer bukan cuma mendesain aja, lho !  Banyak keahlian yang harus dimiliki seorang fashion designer demi menciptakan suatu pakaian. Fashion designer adalah seseorang yang menciptakan suatu pakaian dari nol . Seorang fashion designer biasanya mempunyai kreativitas dan daya imajinasi yang tinggi. Meskipun banyak yang bilang seorang fashion designer semata-mata hanya menciptakan “busana”, tetapi seiring berjalannya waktu seorang fashion designer akan berpengaruh terhadap dunia mode. Jadi, fashion designer adalah profesi yang sangat berpengaruh loh, Puan. Seorang fashion designer juga harus memiliki pengetahuan yang tinggi tentang sejarah fashion . Dengan begitu, seorang fashion designer bisa memahami fashion cycle dari waktu ke waktu. Namun, itu...

Tahun Baru, Resolusi Gagal Lagi? Ini Dia Kesalahan yang Harus Kamu Hindari

Image by pinterpandai Happy New Year, Puan! Tak terasa, ya, kita sudah memasuki tahun 2025. Bagaimana dengan tahun 2024 kemarin? Apakah tujuan, harapan, dan impian Puan sudah terealisasi, atau masih ada yang tertunda? Kalo belum, tenang saja, Puan tidak sendirian! Survei yang dilakukan oleh US News & World Report menyatakan bahwa, 80% dari orang-orang yang memiliki resolusi tahun baru, gagal melanjutkan atau melaksanakan resolusi tersebut ketika sudah memasuki minggu ke dua di bulan Februari. “Waduh, gimana ya Priska, sebentar lagi kan bulan Februari, aku takut resolusi-ku gagal lagi di tahun ini!” Eits, tenang saja, Puan. Priska akan membahas kesalahan-kesalahan umum yang sering dilakukan dan memberikan tips supaya resolusi Puan tidak hanya menjadi wacana.  Yuk, simak tulisan ini sampai akhir! Kesalahan yang Membuat Resolusi Tahun Baru Kamu Gagal 1. Tujuan yang Tidak Spesifik Banyak orang menetapkan tujuan yang terlalu umum, misalnya "Ingin lebih sukses" atau "Ingi...

Merawat Diri Nggak Harus Mahal, Self-Care Sederhana Bikin Hidup Lebih Bahagia

sumber: ssc.sg Pernah nggak sih Puan ngerasa perlu beli lilin aromaterapi, skincare mahal, atau subscription aplikasi cuma biar bisa “merasa lebih baik”? Kalau iya, jangan khawatir—Puan nggak sendirian! Sekarang, self-care sering banget dihubungkan sama belanja ini-itu, tapi benarkah itu esensi dari self-care ? Di artikel ini, kita bakal bongkar fenomena self-care consumerism dan cari tahu gimana caranya self-care tanpa bikin kantong bolong. Apa sih Self-Care Consumerism ? Self-care consumerism adalah konsep di mana kegiatan merawat diri dikaitkan dengan produk atau layanan tertentu. Misalnya, iklan-iklan seringkali membuat Puan percaya bahwa Puan butuh skincare mahal atau gadget canggih untuk bisa merasa lebih baik. Hasilnya, Puan tanpa sadar mengeluarkan uang untuk membeli "kebahagiaan" yang hanya sementara. Merawat Diri Nggak Harus Mahal lho, Puan! Penting untuk diingat bahwa inti dari self-care bukanlah pada apa yang Puan beli, melainkan bagaimana Puan mem...

Hidup Tanpa FOPO: Rahasia Menjadi Lebih Percaya Diri

      Image by  pngtree.com Puan pernah enggak sih saat ketika sudah rapi lalu berdiri di depan cermin sambil bertanya ke diri sendiri, seperti “Penampilan aku udah OK belum ya?”, “Make up aku berlebihan enggak ya?”, atau “Aku kelihatan aneh enggak ya pakai baju ini?”. Pertanyaan-pertanyaan tersebut muncul karena Puan khawatir dengan pandangan orang lain? Kalau iya, bisa saja Puan sedang mengalami FOPO atau Fear of Other People’s Opinions. Apa itu FOPO? Mengutip dari laman Harvard Business Review , Fear of Other People’s Opinions atau FOPO merupakan istilah yang mengarah pada perasaan cemas yang berlebihan terhadap pandangan orang lain. Alasan timbulnya perasaan cemas, takut, atau tegang ketika akan melakukan suatu aktivitas yang melibatkan banyak orang ialah karena khawatir terhadap ketidaksetujuan sosial pada diri sendiri. Istilah FOPO dicetuskan oleh Michael Gervais, PhD - seorang psikolog sekaligus penulis, yang memiliki pandangan bahwa rasa ketakutan ini merupa...

Pink Tax: Saat Warna dan Gender Menentukan Harga!

  Image by  Kompas Lifestyle        Pink tax adalah istilah yang menggambarkan fenomena di mana produk atau layanan yang ditujukan untuk perempuan dijual dengan harga lebih tinggi dibandingkan produk serupa untuk laki-laki. Meskipun tidak berupa pajak resmi, perbedaan harga ini mencerminkan diskriminasi berbasis gender dalam penentuan harga.       Fenomena pink tax di Indonesia sering ditemui pada produk perawatan diri. Misalnya, produk pisau cukur untuk laki-laki memiliki harga rata-rata Rp20.000 hingga Rp50.000, sementara untuk perempuan harganya lebih dari Rp100.000. Selain itu, sabun muka untuk laki-laki rata-rata berharga Rp50.000, sedangkan untuk perempuan lebih dari Rp100.000.  Beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan harga antara produk untuk laki-laki dan perempuan meliputi: 1. Strategi Pemasaran: Perusahaan sering menggunakan strategi pemasaran yang berbeda untuk menarik konsumen perempuan, seperti desain kemasan yang...