Langsung ke konten utama

Magang atau Kuliah Dulu? Ini Panduan Biar Kamu Tetap On Track di Dunia Kampus & Karier

Image by: hotcourses.co.id Puan, pernah nggak sih, ngerasa kayak lagi di persimpangan hidup? Di satu sisi, Puan ingin fokus kuliah, ngerjain tugas, dan jaga IP biar tetap aman, tapi di sisi lain, teman-teman Puan udah banyak yang sibuk update LinkedIn atau magang di perusahaan keren? Sementara kita baru ngerjain makalah tiga bab aja udah ngos-ngosan. Lalu muncul pertanyaan “Aku harus fokus kuliah dulu, atau mulai magang biar nggak ketinggalan ya?” Tenang, Puanners. Kalau kamu lagi ada di fase itu, kamu nggak sendirian, dan jawabannya adalah nggak harus pilih salah satu. Kuncinya bukan di urutannya, melainkan di bagaimana Puan menemukan keseimbangan dan arah dari keduanya. Kuliah Adalah Fondasi, Magang Adalah Jembatannya Kuliah itu bukan cuma tentang IP dan SKS, melainkan juga waktu untuk membentuk cara berpikir dan mengenali diri. Sementara magang jadi tempat untuk menerapkan semua teori yang udah Puan pelajari di kelas. Keduanya penting, tapi porsinya bisa beda-beda tergantung Puan la...

Multitasking Bukan Jalan Ninja Untuk Produktif

https://community.thriveglobal.com

Multitasking telah lama dianggap sebagai keterampilan yang penting di dunia modern yang sibuk ini. Di tempat kerja, kita sering dihadapkan pada tuntutan untuk melakukan lebih dari satu tugas sekaligus. Namun, apakah kita benar-benar efektif saat melakukan multitasking, atau kita hanya terjebak dalam sebuah ilusi?

Ada anggapan umum bahwa manusia dapat secara efektif melakukan beberapa tugas sekaligus. Namun menurut penelitian profesor komunikasi Stanford University Clifford Nass, multitasking menyebabkan seseorang menghadapi konsekuensi mental yang signifikan. Konsekuensi mental tersebut hadir karena multitasking membuat fokus seseorang terpecah sehingga otak harus bekerja ekstra untuk memproses informasi. Sebenarnya, fakta yang tersembunyi di balik multitasking adalah bahwa otak kita tidak dirancang untuk melakukan tugas-tugas yang kompleks secara bersamaan.

Otak manusia memproses informasi dalam dua cara utama: dengan menggunakan memori kerja dan mengeksekusi tugas-tugas di dalam otak. Memori kerja adalah memori jangka pendek yang memungkinkan kita untuk mengingat informasi sementara sambil melakukan tugas yang sedang dikerjakan. Namun, kapasitas memori kerja terbatas, dan ketika kita mencoba melakukan beberapa tugas sekaligus, otak kita sebenarnya beralih dari satu tugas ke tugas lain dengan cepat. Hal ini disebut dengan switching cost atau biaya beralih, yang mengarah pada penurunan efisiensi dan peningkatan risiko kesalahan.

Multitasking ternyata dapat menurunkan produktivitas lho, Puan!
Ketika seseorang berusaha melakukan banyak hal sekaligus, fokus dan perhatian terbagi-bagi antara berbagai tugas. Hal ini bisa mengakibatkan penurunan efisiensi dalam menyelesaikan setiap tugas, karena otak perlu beralih dari satu tugas ke tugas lainnya. Dalam beberapa kasus, orang yang melakukan multitasking cenderung membuat lebih banyak kesalahan atau keputusan yang tidak optimal karena kurangnya fokus yang mendalam pada setiap tugas.

Contoh konkretnya, seseorang yang mencoba untuk mengetik email sambil mendengarkan panggilan telepon atau berbicara dengan orang lain di sekitarnya mungkin tidak memberikan perhatian penuh pada setiap aktivitas tersebut. Ini bisa mengakibatkan email yang dikirimkan memiliki kesalahan pengetikan atau informasi yang kurang tepat, atau panggilan telepon yang tidak selesai dengan baik karena terganggu.

Selain itu, multitasking yang berlebihan juga dapat menyebabkan stres dan kelelahan karena otak bekerja lebih keras untuk mengelola banyak informasi sekaligus. Oleh karena itu, dalam banyak situasi, fokus yang terpusat pada satu tugas pada satu waktu sering kali lebih efektif untuk mencapai hasil yang lebih baik dan mempertahankan kualitas kerja yang tinggi.

Manajemen waktu adalah solusi
Salah satu solusi yang sangat efektif untuk tetap produktif tanpa melakukan multitasking adalah dengan menerapkan prinsip "Time Blocking" atau blok waktu. Kita bisa memulai dengan mengidentifikasi tugas mana yang dapat kita lakukan, kemudian alokasikan waktu untuk menyelesaikan setiap tugas tersebut tanpa gangguan blok waktu dapat bervariasi tergantung pada kompleksitas tugas dan preferensi pribadi puan mulai dari 30 menit hingga beberapa jam, selama blok waktu tersebut fokuslah sepenuhnya pada tugas yang ditetapkan hindari godaan untuk melompat ke tugas lain atau memeriksa email dan media sosial. Nonaktifkan pemberitahuan yang dapat mengganggu. Setelah selesai dengan satu blok waktu, berikan Puan waktu istirahat singkat untuk meregangkan otot dan menyegarkan pikiran. Istirahat ini penting untuk mempertahankan tingkat konsentrasi dan energi yang tinggi selama blok waktu berikutnya.

Stop Multitasking, Start Excelling!


Author: Maya Zahwa Aulia

Komentar

Rubik Puan Popular

Kenyataan Work-Life Balance yang Sering Disalahpahami

Puan nggak sih Puan ngerasa kayak semua hal minta waktu di saat yang sama kuliah, kerja, organisasi, bahkan diri Puan sendiri? Semua bilang “harus seimbang,” tapi nggak ada yang ngajarin gimana caranya. Akhirnya, kita terus coba jadi semuanya: anak yang berbakti, teman yang ada, mahasiswa yang aktif, pekerja yang nggak pernah telat, padahal diam-diam… kita cuma pengen napas sebentar. Mitos 50:50 dan kenapa ia berbahaya Work-life balance sering disalahpahami kayak rumus matematika 50% kerja, 50% istirahat. Padahal hidup nggak sesederhana itu. Keseimbangan bukan angka tetap, tapi kemampuan untuk menyesuaikan fokus sesuai fase hidup. Ada masa di mana Puan lagi all-out di karier atau kampus, dan itu nggak salah. Ada masa juga di mana Puan lagi perlu berhenti, pulih, dan mengembalikan energi dan itu juga bagian dari seimbang. American Psychological Association (2021), mencatat bahwa ketika keseimbangan kerja dan hidup terganggu, stres kronis dan burnout mudah muncul. Jadi, “seimbang” buk...

Magang atau Kuliah Dulu? Ini Panduan Biar Kamu Tetap On Track di Dunia Kampus & Karier

Image by: hotcourses.co.id Puan, pernah nggak sih, ngerasa kayak lagi di persimpangan hidup? Di satu sisi, Puan ingin fokus kuliah, ngerjain tugas, dan jaga IP biar tetap aman, tapi di sisi lain, teman-teman Puan udah banyak yang sibuk update LinkedIn atau magang di perusahaan keren? Sementara kita baru ngerjain makalah tiga bab aja udah ngos-ngosan. Lalu muncul pertanyaan “Aku harus fokus kuliah dulu, atau mulai magang biar nggak ketinggalan ya?” Tenang, Puanners. Kalau kamu lagi ada di fase itu, kamu nggak sendirian, dan jawabannya adalah nggak harus pilih salah satu. Kuncinya bukan di urutannya, melainkan di bagaimana Puan menemukan keseimbangan dan arah dari keduanya. Kuliah Adalah Fondasi, Magang Adalah Jembatannya Kuliah itu bukan cuma tentang IP dan SKS, melainkan juga waktu untuk membentuk cara berpikir dan mengenali diri. Sementara magang jadi tempat untuk menerapkan semua teori yang udah Puan pelajari di kelas. Keduanya penting, tapi porsinya bisa beda-beda tergantung Puan la...

Growth Mindset vs Fixed Mindset: Pilihan Pola Pikir yang Menentukan Masa Depan

Image by  Source of Insight Manusia pada dasarnya diciptakan berbeda beda ya, Puan, begitu juga dengan mindset yang dibangun oleh diri kita sendiri. Menurut Carol Dweck psikologi dari Stanford University mindset terbagi menjadi dua yaitu fixed mindset dan growth mindset . Apa itu fixed mindset ? Fixed mindset merupakan pola pikir yang percaya bahwa suatu kecerdasan ataupun bakat dalam individu yang sifatnya tidak akan pernah berubah. Orang yang mempunyai fixed mindset cenderung mudah menyerah, tidak mau ambil resiko atas tantangan dalam hidup serta mudah merasa terancam atas keberhasilan orang lain. Lalu, apa itu growth mindset ? Growth mindset merupakan pola pikir yang ingin selalu berkembang dan percaya bahwa sebuah kesuksesan bisa didapatkan dengan kerja keras. Dengan kata lain seorang yang mempunyai growth mindset akan selalu tampil berani serta mencoba hal-hal baru. Perbedaan kedua mindset ini apasih? Fixed mindset Menghindari tantangan karena takut dengan kegagalan te...

Fear of Being Perceived: Alasan Kamu Takut Kena Judge

             Puan, dalam ruang sosial pernah nggak sih merasa bahwa ada banyak pasang mata yang seakan mengikuti setiap gerak-gerik? Seakan tatapan orang lain yang bahkan belum tentu kita kenal aja secara nggak langsung memvalidasikan sesuatu yang kita lakukan. Contohnya saat Puan keluar rumah ada kecenderungan untuk tampil secara baik.  Dalam hal ini, semua yang Puan pakai harus menyesuaikan ekspektasi banyak orang di zaman ini. Apa yang kita unggah ke media sosial adalah sisi yang paling baik, tapi belum tentu sisi yang benar-benar mencerminkan diri sendiri. Apa Itu Fear of Being Perceived? Menurut sumber web Psychology Today, pada dasarnya setiap individu memiliki keinginan untuk divalidasi, dilihat, dan dianggap oleh orang lain sebagaimana versi diri kita yang sebenar-benarnya. Namun, dalam perjalanannya mungkin kita pernah mengalami kritik berlebih atau dianggap aneh ketika mencoba menjadi diri sendiri. Sehingga ketika kita mencoba menja...

Spiral of Silence Theory: Jadi Minoritas Jarang Didengar

source: Kompasiana.com Spiral of Silence Theory   atau yang disebut dengan teori spiral keheningan, mungkin terdengar asing ya, Puan? Tapi apakah kamu pernah merasa ketika ingin menyampaikan pendapat dalam suatu isu, namun ada keraguan dan ketakutan karena nanti menjadi terisolasi sendiri, sehingga pendapat tersebut tak jadi kamu disampaikan? Teori spiral keheningan atau  spiral of silence theory  ini pertama kali dicetuskan oleh  Elisabeth Noelle Neumann  (1973) mengenai kelompok minoritas yang cenderung akan menjadi diam atau tidak berani menyampaikan pendapatnya karena takut akan terisolasi dari lingkungan disekitarnya. Maka sering kali, minoritas mengikuti pendapat kelompok mayoritas. source: kumparan.com Dalam lingkup sosial hal ini sering terjadi, bahkan orang cenderung menghindarinya dan lebih memilih mengikuti pendapat mayoritas dengan anggapan bahwa tidak akan merasa sendiri atau terisolasi di tengah masyarakat. Melihat perilaku masyarakat Indonesia ya...