Skip to main content

Posts

Showing posts from November, 2024

Perfectionism: High Standards or Hidden Insecurities?

Image by:  LinkedIn Pernah ga Puan rela menghabiskan waktu berjam-jam melakukan sesuatu atau merevisi pekerjaan berkali kali?  “Ulang deh, masih kurang bagus,” atau “Duh, ada yang miring dikit, ulang lagi aja deh biar lebih bagus.” Jadinya Puan butuh waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan satu pekerjaan karena merasa kurang puas sama hasilnya yang kelihatan belum sempurna. Kayak, Puan selalu punya celah untuk notice kesalahan sekecil mungkin, padahal orang lain ga sadar ada yang salah. Kalau Puan merasa relate , bisa jadi Puan termasuk orang yang perfeksionis. Nah, Apa Sih Perfeksionis Itu? Perfeksionis sendiri merupakan orang orang yang menetapkan standar tinggi terhadap kinerja dan kepribadian mereka. Karena hal tersebut, orang orang yang perfeksionis biasanya punya ambisi yang tinggi, karena mereka menginginkan hal-hal yang mereka lakukan berakhir dengan sempurna tanpa kesalahan sekecil mungkin.  Tunggu, coba jujur sebentar. Apa benar itu soal standar tinggi? Atau ...

Buang Hal Yang Tak Berguna, Dengan Membuat To Don’t List!

Sepertinya Puan sudah biasa gak sih membuat to do list? Menuliskan list apa yang harus Puan lakukan setiap harinya, agar lebih terstruktur dan rapih. Namun, apakah Puan pernah berpikir untuk membuat to don’t list ? Membuat to don’t list akan membantu Puan untuk menjalani hidup menjadi baik dan tidak merasa berat, karena Puan akan menyadari mana kegiatan yang lebih produktif ataupun tidak dan lebih meningkatkan tanggung jawab serta mengesampingkan hal yang membuang waktu. Gimana kalau mulai hari ini kamu membuat to don’t list? Dalam membuat to dont list Puan bisa memasukan 5 list di bawah ini ke dalamnya, agar Puan dapat membatasi diri dari hal yang tidak perlu Puan lakukan, yuk simak! 1. Membandingkan diri dengan orang lain Sebaiknya Puan fokus dengan apa yang dilakukan saat ini. Dengan tetap fokus pada suatu hal dimiliki sekarang, akan meningkatkan kreatifitas dan aktivitas Puan, dibandingkan membuang waktu membandingkan diri dengan orang lain. 2. Menunda tugas dan pekerjaan Sege...

Toxic productivity? Let's shed it!

Pernahkah Puan merasa seperti roda berputar yang tak pernah berhenti? Setiap hari terasa seperti lomba marathon tanpa garis finish. Padahal, Puan sudah menyelesaikan segudang tugas, namun rasa puas tak kunjung datang. Justru, muncul perasaan gelisah dan takut jika tidak terus-menerus produktif. Jika mengalami hal ini, mungkin Puan sedang terjebak dalam lingkaran setan yang disebut toxic productivity . Toxic productivity adalah kondisi di mana seseorang merasa tertekan untuk terus-menerus produktif tanpa mempertimbangkan kesehatan mental dan fisik. Ini adalah obsesi yang tidak sehat untuk selalu melakukan sesuatu, bahkan ketika tubuh dan pikiran sudah lelah. Orang yang terjebak dalam toxic productivity seringkali mengukur keberhasilan mereka berdasarkan seberapa banyak hal yang mereka capai, bukan kualitas hidup mereka. Kenapa Toxic Productivity Berbahaya? Terus-menerus memaksa diri untuk bekerja keras akan membuat tubuh dan pikiran kelelahan. Tekanan untuk selalu produktif dapat memi...

Komunitas Kreatif Dukung Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan: Menghadirkan Riri Riza, Inaya Wahid, hingga Budayawan Muda

  Jakarta, 17 November 2024 – Intoleransi bisa berawal dari benci. Hal tersebut disampaikan oleh Inaya Wahid, seniman muda dan aktivis sosial dalam acara “ Satu Akar, Ragam Rupa: Budayawan Muda untuk Toleransi ” (17/11) yang diselenggarakan oleh Campaign, startup pemilik aplikasi kampanye sosial bernama Campaign # ForABetterWorld , bekerjasama dengan organisasi non pemerintah yang berfokus pada perdamaian, S earch for Common Ground . “Intoleransi punya bahan baku kebencian, sikap mau menang sendiri, narrow minded , self centris, egotistical ,” ujar Inaya. “Sebaliknya, salah satu kunci dalam menciptakan toleransi adalah memproduksi bahan baku seperti empati, perasaan solidaritas, menghargai yang lain, serta menghargai diri sendiri” pungkasnya. Acara yang diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki ini bertujuan untuk memberdayakan pemuda dalam mempromosikan kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) melalui ekspresi seni dan budaya. Selain talkshow , acara yang dihadiri oleh berbagai ...

Copycat Behaviour: Salin-Menyalin Perilaku Seseorang

  Sumber: mohammad-alsaadany “Aku beli ini dia beli juga, aku ngelakuin ini dia juga ikut-ikutan, ih nyebelin dah!” Siapa yang di sini pernah ngomel-ngomel cuman karena merasa kesal ditiru oleh teman atau orang di sekitar Puan? Hm, memang sih bisa dibilang kalau yang namanya tindakan, perilaku, hingga  style  bisa saja kembaran dikarenakan memang produk-produk yang kamu pakai sedang  best seller  atau  trend  sehingga temen kamu pun juga tak sengaja membeli produk yang sama seperti kamu.  Mungkin Puan cenderung merasa senang ataupun biasa saja ketika mengetahui orang terdekat Puan memiliki barang yang sama dengan kamu. Namun, bagaimana jadinya jika “persamaan” tersebut terjadi berkali-kali dan orang terdekat kamu terus menerus meniru kamu? Tentu kamu akan merasa tidak nyaman. Nah, perilaku tersebut disebut pula sebagai  copycat behaviour . Sebenarnya, apa sih copycat behaviour itu? Singkatnya, c opycat behaviour  merupakan perilaku menya...

Dibikin Ngerasa Bersalah Terus Menerus? Awas GUILT TRIP!!

Picture by Magdalene.co Pernahkah Puan merasa sangat bersalah atau kecewa karena kata-kata yang dilontarkan oleh lawan bicara Puan? Padahal, setelah dipikir-pikir hal tersebut bukanlah salah Puan. Atau jangan-jangan Puan yang pernah melakukan hal tersebut kepada orang lain? Manipulasi seperti inilah yang disebut sebagai Guilt Trips.   Dilansir dari pyschology today, Guilt Trip merupakan sebuah komunikasi verbal ataupun nonverbal yang digunakan oleh seseorang kepada korban dengan tujuan menyebabkan rasa bersalah pada korban , yang nantinya rasa bersalah ini akan dimanfaatkan oleh pelaku untuk mengontrol perilaku si korban agar dapat memenuhi keinginan mereka . Guilt Trip sering ditemukan di sekitar lingkungan kita, bahkan orang-orang yang menjadi pelaku merupakan orang yang memiliki hubungan dekat dengan kita, bahkan bisa saja salah satu pelakunya merupakan keluarga kita. Contoh kecilnya, mungkin terkadang Puan ingin merasakan  me time  setelah menjalani hari yang panjang...

Work Smart vs Work Hard, Puan Tipe yang Mana, Nih?

Sumber: differencebtw.com Puan, di dunia pekerjaan pastilah ada halang rintang dan berbagai pengalaman tak terduga yang akan kamu alami. Mungkin Puan sudah pernah mendengar istilah banyak sekali orang diluar sana yang mengatakan “Kerja cerdas, bukan kerja keras” , atau di lain sisi, kamu pernah berada pada posisi, “Duh, aku udah kerja habis-habisan tapi kok salah terus ya, temenku sekali kerja bisa langsung dipuji sama bos” . Memang tak jarang kedua hal ini menjadi perdebatan oleh banyak pihak ya, Puan. Eits.. tapi Puan nggak perlu khawatir, Priska akan bantu Puan untuk mengidentifikasi sebenarnya Puan tipe yang mana sih? Work smart atau work hard ? Yuk, simak penjelasan dibawah ini ya, Puan! Kalau Puan pernah ada di posisi pertama, Puan mungkin adalah seorang hard worker atau tipe orang yang menerapkan work hard di dalam pekerjaannya. Namun, work hard itu sebenarnya apa sih? Work hard adalah seseorang yang melakukan usaha yang lebih banyak untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan. Pa...

Merasa Kurang Berharga? Yuk Mengenal dan Mengatasi Inferiority Complex!

Image by  AdultMentalHeath.org Puan, pernahkan merasa atau menganggap diri sendiri lebih rendah dari orang lain? Tidak percaya diri dan merasa bahwa dirinya kecil. Kondisi tersebut dikenal pula sebagai Inferiority Complex. Istilah tersebut diperkenalkan oleh seorang psikolog bernama Alfred Adler di tahun 1907. Sebenarnya, kondisi ini sangat normal saat seseorang mampu mengukur kemampuannya dengan orang lain. Namun, tak jarang perasaan rendah diri tersebut dapat membawa korban ke kondisi lain yang justru membuat orang tersebut menjadi sangat kesulitan memahami dirinya sendiri. Intinya, kompleks inferioritas adalah perasaan yang muncul untuk menunjukkan bahwa kualitas seseorang terasa belum maksimal atau merasa kalah dari orang lain. Lalu, apakah penyebab dari kondisi tersebut? 1. Pengalaman Masa Kecil Tak jarang, di beberapa keluarga, orang tua atau anggota keluarga lainnya kerap membandingkan seseorang dengan orang lainnya. Kemudian, dicetuskan pula beberapa komentar negatif menge...