Langsung ke konten utama

Magang atau Kuliah Dulu? Ini Panduan Biar Kamu Tetap On Track di Dunia Kampus & Karier

Image by: hotcourses.co.id Puan, pernah nggak sih, ngerasa kayak lagi di persimpangan hidup? Di satu sisi, Puan ingin fokus kuliah, ngerjain tugas, dan jaga IP biar tetap aman, tapi di sisi lain, teman-teman Puan udah banyak yang sibuk update LinkedIn atau magang di perusahaan keren? Sementara kita baru ngerjain makalah tiga bab aja udah ngos-ngosan. Lalu muncul pertanyaan “Aku harus fokus kuliah dulu, atau mulai magang biar nggak ketinggalan ya?” Tenang, Puanners. Kalau kamu lagi ada di fase itu, kamu nggak sendirian, dan jawabannya adalah nggak harus pilih salah satu. Kuncinya bukan di urutannya, melainkan di bagaimana Puan menemukan keseimbangan dan arah dari keduanya. Kuliah Adalah Fondasi, Magang Adalah Jembatannya Kuliah itu bukan cuma tentang IP dan SKS, melainkan juga waktu untuk membentuk cara berpikir dan mengenali diri. Sementara magang jadi tempat untuk menerapkan semua teori yang udah Puan pelajari di kelas. Keduanya penting, tapi porsinya bisa beda-beda tergantung Puan la...

Merasa Kurang Berharga? Yuk Mengenal dan Mengatasi Inferiority Complex!


Puan, pernahkan merasa atau menganggap diri sendiri lebih rendah dari orang lain? Tidak percaya diri dan merasa bahwa dirinya kecil. Kondisi tersebut dikenal pula sebagai Inferiority Complex. Istilah tersebut diperkenalkan oleh seorang psikolog bernama Alfred Adler di tahun 1907. Sebenarnya, kondisi ini sangat normal saat seseorang mampu mengukur kemampuannya dengan orang lain. Namun, tak jarang perasaan rendah diri tersebut dapat membawa korban ke kondisi lain yang justru membuat orang tersebut menjadi sangat kesulitan memahami dirinya sendiri.

Intinya, kompleks inferioritas adalah perasaan yang muncul untuk menunjukkan bahwa kualitas seseorang terasa belum maksimal atau merasa kalah dari orang lain. Lalu, apakah penyebab dari kondisi tersebut?

1. Pengalaman Masa Kecil
Tak jarang, di beberapa keluarga, orang tua atau anggota keluarga lainnya kerap membandingkan seseorang dengan orang lainnya. Kemudian, dicetuskan pula beberapa komentar negatif mengenai orang tersebut. Tentu hal ini merupakan salah satu penyebab dari sikap rendah diri tersebut. Dibesarkan di keluarga yang kurang suportif memicu anak menjadi individu yang gampang insecure dan tidak percaya diri. Namun, tak jarang pada fase remaja pun seseorang bisa mengalami kondisi ini karena kerap mendapatkan perlaku yang serupa dari lingkungan di sekitarnya, entah itu dari keluarga atau teman.

2. Kondisi Fisik
Penyebab yang satu ini seringkali menimpa orang-orang. Mereka yang tidak percaya diri mengenai penampilannya kerap mengalami insecure dan justru merasa rendah diri. Kadang, korban lebih memilih untuk memakai pakaian atau aksesoris yang setidaknya menutupi kondisi fisik yang mereka rasa tidak percaya diri jika ditunjukkan.

3. Faktor Kesehatan
Mengalami depresi atau kesehatan mental lainnya dapat membuat seseorang menjadi merasa bahwa kualitasnya tidak sebanding dengan orang lain.

4. Status Sosial dan Ekonomi
Mereka yang hidup dengan status sosial yang lemah cenderung mengalami kondisi inferiority complex. Golongan ini merasa adanya kesenjangan sosial-ekonomi sehingga membuat mereka menjadi tidak setara dengan orang-orang yang mereka rasa lebih beruntung.

Adapun penyebab inferiority complex lainnya adalah perfeksionisme, merasa hidup dalam penyesalan, menganggap diri sebagai sumber atau penyebab masalah, dan membandingkan diri sendiri dengan orang lain (Iqbal, 2017, hlm. 320). Lalu, bagaimana cara mengatasi perasaan tersebut?

Salah satu solusi untuk mengurangi inferiority complex pada mahasiswa adalah dengan berfokus kepada kelebihan diri sendiri, dan membuat gambaran mengenai keyakinan dan nilai yang positif dalam diri yang nantinya akan mengarahkan pada kesuksesan (Kenchappanavar, 2012). Selain itu Hauck (1997,hlm 57) menuturkan bahwa rational emotive behavioral therapy menawarkan tiga cara efektif untuk menurunkan kondisi rendah diri. Tiga cara tersebut adalah developing performance-confidence, making people respect you, dan never rating yourself.

Jadi, jangan pernah merasa rendah diri yang berlebihan ya, Puan!

Referensi :


Hauck, P. A. (1997). Three Ways to Overcome Inferiority Feelings. Journal of Rational-Emotive & Cognitive-Behavior Therapy, 15(1), 57–69

Kenchappanavar, R. N. (2012). Relationship between Inferiority complex and Frustration in Adolescents. IOSR Journal of Humanities and Social Science (JHSS), 2(2), 1–

Iqbal, M. (2017). Kajian Psikologi Sastra Kepribadian Real Self dan Ideal Self Tokoh Utama Novel Gornathoh Karya Ridwan Ashour. Artikel, Universitas Negeri Jakarta, Program Studi Pendidikan Bahasa.

Author : Namratul Ulya Fathulimamah M
Editor : Nazwal Bilbina Budiman

Komentar

Rubik Puan Popular

Kenyataan Work-Life Balance yang Sering Disalahpahami

Puan nggak sih Puan ngerasa kayak semua hal minta waktu di saat yang sama kuliah, kerja, organisasi, bahkan diri Puan sendiri? Semua bilang “harus seimbang,” tapi nggak ada yang ngajarin gimana caranya. Akhirnya, kita terus coba jadi semuanya: anak yang berbakti, teman yang ada, mahasiswa yang aktif, pekerja yang nggak pernah telat, padahal diam-diam… kita cuma pengen napas sebentar. Mitos 50:50 dan kenapa ia berbahaya Work-life balance sering disalahpahami kayak rumus matematika 50% kerja, 50% istirahat. Padahal hidup nggak sesederhana itu. Keseimbangan bukan angka tetap, tapi kemampuan untuk menyesuaikan fokus sesuai fase hidup. Ada masa di mana Puan lagi all-out di karier atau kampus, dan itu nggak salah. Ada masa juga di mana Puan lagi perlu berhenti, pulih, dan mengembalikan energi dan itu juga bagian dari seimbang. American Psychological Association (2021), mencatat bahwa ketika keseimbangan kerja dan hidup terganggu, stres kronis dan burnout mudah muncul. Jadi, “seimbang” buk...

Magang atau Kuliah Dulu? Ini Panduan Biar Kamu Tetap On Track di Dunia Kampus & Karier

Image by: hotcourses.co.id Puan, pernah nggak sih, ngerasa kayak lagi di persimpangan hidup? Di satu sisi, Puan ingin fokus kuliah, ngerjain tugas, dan jaga IP biar tetap aman, tapi di sisi lain, teman-teman Puan udah banyak yang sibuk update LinkedIn atau magang di perusahaan keren? Sementara kita baru ngerjain makalah tiga bab aja udah ngos-ngosan. Lalu muncul pertanyaan “Aku harus fokus kuliah dulu, atau mulai magang biar nggak ketinggalan ya?” Tenang, Puanners. Kalau kamu lagi ada di fase itu, kamu nggak sendirian, dan jawabannya adalah nggak harus pilih salah satu. Kuncinya bukan di urutannya, melainkan di bagaimana Puan menemukan keseimbangan dan arah dari keduanya. Kuliah Adalah Fondasi, Magang Adalah Jembatannya Kuliah itu bukan cuma tentang IP dan SKS, melainkan juga waktu untuk membentuk cara berpikir dan mengenali diri. Sementara magang jadi tempat untuk menerapkan semua teori yang udah Puan pelajari di kelas. Keduanya penting, tapi porsinya bisa beda-beda tergantung Puan la...

Growth Mindset vs Fixed Mindset: Pilihan Pola Pikir yang Menentukan Masa Depan

Image by  Source of Insight Manusia pada dasarnya diciptakan berbeda beda ya, Puan, begitu juga dengan mindset yang dibangun oleh diri kita sendiri. Menurut Carol Dweck psikologi dari Stanford University mindset terbagi menjadi dua yaitu fixed mindset dan growth mindset . Apa itu fixed mindset ? Fixed mindset merupakan pola pikir yang percaya bahwa suatu kecerdasan ataupun bakat dalam individu yang sifatnya tidak akan pernah berubah. Orang yang mempunyai fixed mindset cenderung mudah menyerah, tidak mau ambil resiko atas tantangan dalam hidup serta mudah merasa terancam atas keberhasilan orang lain. Lalu, apa itu growth mindset ? Growth mindset merupakan pola pikir yang ingin selalu berkembang dan percaya bahwa sebuah kesuksesan bisa didapatkan dengan kerja keras. Dengan kata lain seorang yang mempunyai growth mindset akan selalu tampil berani serta mencoba hal-hal baru. Perbedaan kedua mindset ini apasih? Fixed mindset Menghindari tantangan karena takut dengan kegagalan te...

Fear of Being Perceived: Alasan Kamu Takut Kena Judge

             Puan, dalam ruang sosial pernah nggak sih merasa bahwa ada banyak pasang mata yang seakan mengikuti setiap gerak-gerik? Seakan tatapan orang lain yang bahkan belum tentu kita kenal aja secara nggak langsung memvalidasikan sesuatu yang kita lakukan. Contohnya saat Puan keluar rumah ada kecenderungan untuk tampil secara baik.  Dalam hal ini, semua yang Puan pakai harus menyesuaikan ekspektasi banyak orang di zaman ini. Apa yang kita unggah ke media sosial adalah sisi yang paling baik, tapi belum tentu sisi yang benar-benar mencerminkan diri sendiri. Apa Itu Fear of Being Perceived? Menurut sumber web Psychology Today, pada dasarnya setiap individu memiliki keinginan untuk divalidasi, dilihat, dan dianggap oleh orang lain sebagaimana versi diri kita yang sebenar-benarnya. Namun, dalam perjalanannya mungkin kita pernah mengalami kritik berlebih atau dianggap aneh ketika mencoba menjadi diri sendiri. Sehingga ketika kita mencoba menja...

Spiral of Silence Theory: Jadi Minoritas Jarang Didengar

source: Kompasiana.com Spiral of Silence Theory   atau yang disebut dengan teori spiral keheningan, mungkin terdengar asing ya, Puan? Tapi apakah kamu pernah merasa ketika ingin menyampaikan pendapat dalam suatu isu, namun ada keraguan dan ketakutan karena nanti menjadi terisolasi sendiri, sehingga pendapat tersebut tak jadi kamu disampaikan? Teori spiral keheningan atau  spiral of silence theory  ini pertama kali dicetuskan oleh  Elisabeth Noelle Neumann  (1973) mengenai kelompok minoritas yang cenderung akan menjadi diam atau tidak berani menyampaikan pendapatnya karena takut akan terisolasi dari lingkungan disekitarnya. Maka sering kali, minoritas mengikuti pendapat kelompok mayoritas. source: kumparan.com Dalam lingkup sosial hal ini sering terjadi, bahkan orang cenderung menghindarinya dan lebih memilih mengikuti pendapat mayoritas dengan anggapan bahwa tidak akan merasa sendiri atau terisolasi di tengah masyarakat. Melihat perilaku masyarakat Indonesia ya...