Langsung ke konten utama

Magang atau Kuliah Dulu? Ini Panduan Biar Kamu Tetap On Track di Dunia Kampus & Karier

Image by: hotcourses.co.id Puan, pernah nggak sih, ngerasa kayak lagi di persimpangan hidup? Di satu sisi, Puan ingin fokus kuliah, ngerjain tugas, dan jaga IP biar tetap aman, tapi di sisi lain, teman-teman Puan udah banyak yang sibuk update LinkedIn atau magang di perusahaan keren? Sementara kita baru ngerjain makalah tiga bab aja udah ngos-ngosan. Lalu muncul pertanyaan “Aku harus fokus kuliah dulu, atau mulai magang biar nggak ketinggalan ya?” Tenang, Puanners. Kalau kamu lagi ada di fase itu, kamu nggak sendirian, dan jawabannya adalah nggak harus pilih salah satu. Kuncinya bukan di urutannya, melainkan di bagaimana Puan menemukan keseimbangan dan arah dari keduanya. Kuliah Adalah Fondasi, Magang Adalah Jembatannya Kuliah itu bukan cuma tentang IP dan SKS, melainkan juga waktu untuk membentuk cara berpikir dan mengenali diri. Sementara magang jadi tempat untuk menerapkan semua teori yang udah Puan pelajari di kelas. Keduanya penting, tapi porsinya bisa beda-beda tergantung Puan la...

Mengenal FOMO dan JOMO: Insight Berharga dari Webinar Learning Space Puan Bisa Bersama Ambar Restika



[Jakarta, 16 Agustus 2024] - Learning Space 2024, Puan Bisa melakukan survei terkait bagaimana perempuan masa muda menghadapi masa quarter life crisis yang juga dibarengi dengan perasaan fear of missing out. Didapati sekitar lebih dari 57% perempuan muda merasakan fear of missing out yang memberikan dampak rasa tidak percaya diri dan mempertanyakan potensi diri sendiri.


Menjawab fenomena tersebut, Puan Bisa membuat webinar online yang bertujuan untuk memahami bagaimana suatu fenomena seperti FOMO itu memang harus kita terima dan dihindari bagi setiap individu, telah sukses pada Jumat 16 Agustus 2024. Acara ini mengundang Ambar Restika Suryandaru, S.Psi, M.Psi., Psikolog—seorang dosen dan pengajar (Universitas Borobudur Jakarta, 2017), serta psikolog online (Associate Psikolog Online Aplikasi Psikologi, 2020). Dengan tema "Understanding FOMO", acara ini dihadiri oleh lebih dari 40 peserta yang antusias untuk mengetahui pentingnya menghindari kebiasaan FOMO.


FOMO : Fear Of Missing Out

Ambar Restika Suryandaru, membuka materi dengan membahas apa itu FOMO. Ia mengatakan bahwa FOMO adalah perasaan akan takut ketinggalan sesuatu, yang dirasakan oleh seseorang sehingga menimbulkan rasa khawatir atau cemas pada saat melewatkan pengalaman, acara, atau aktivitas lain yang berada disekitarnya, seperti ketinggalan informasi/berita/kegiatan/viral/kasus bullying, dan hal lainnya. Ia menegaskan bahwa perasaan khawatir dan cemas tersebut ⁠dapat menjadikan individu tersebut merasakan yang namanya sebuah tekanan, baik dari dirinya sendiri maupun dari lingkungan sekitarnya.  


Social Media : Boomerang dari FOMO Untuk Diri Sendiri

Fomo biasanya terjadi karena adanya paparan dari media sosial ataupun cerita dari lingkungan sekitar sehingga menimbulkan rasa ketinggalan apabila tidak ikut berpartisipasi dalam suatu hal. Ambar Restika Suryandaru memberikan keterangan bahwasanya dampak dari FOMO itu sendiri dapat mempengaruhi banyak hal, seperti : 


1. Stress Kecemasan

FOMO menciptakan tekanan psikologis yang mengarah ke stress dan kecemasan, yang dimana rasa cemas tersebut dapat mengganggu keseimbangan emosional.


2. Tidak Fokus dan Tidak Produktif

Karena pikiran terbagi-bagi untuk mengikuti banyak hal dan kegiatan, FOMO dapat menjadikan individu tidak dapat fokus pada satu kegiatan sehingga sulit bagi individu tersebut untuk produktif dan sulit untuk membuat kualitas kerja mereka jadi tidak optimal.


3. Tidak Memiliki Hubungan Yang Dalam

Cukup dangkal dalam menjalin suatu hubungan, seringkali kurang dapat memberikan perhatian khusus terhadap sesuatu.


4. Gangguan Tidur

Pikiran terus terjebak dalam kekhawatiran, bilamana gangguan tidur tidak dapat diatasi, maka akan terjadi penurunan kinerja fisik dan juga mental.


JOMO : Joy Of Missing Out

Berbeda dengan FOMO, Ambar Restika Suryandaru menyebutkan bahwa terdapat istilah lain, yaitu Joy Of Missing Out atau JOMOn yang dimana ini adalah perasaan kebahagiaan atau kepuasan yang dirasakan ketika memilih untuk tidak terlibat dalam aktivitas sosial atau acara yang ramai. JOMO menekankan pada betapa pentingnya menikmati waktu sendiri, menjalani hidup dengan lebih mindful, dan merayakan pilihan untuk fokus pada hal-hal yang benar-benar berarti bagi diri sendiri tanpa merasa tertekan oleh standar sosial.


Self Awareness : Langkah Mendapatkan Kebahagiaan dan Kualitas Diri Sendiri

“Patokannya itu bukan orang lain, tapi diri kita sendiri. Tiap individu punya kesempatan dan  kelebihan untuk maju, jadi fokus kepada diri kita sendiri aja. Tiap individu punya kelemahan dan kelebihan. Sehingga diri kita bisa memaksimalkan kelebihan kita untuk menutupi kekurangan/kelemahan kita” tegas Ambar. Dengan melakukan introspeksi diri serta menerima pendapat orang lain merupakan langkah yang dapat diambil untuk mendapatkan kebahagiaan dan kualitas diri sendiri.


Penutup : Fokus Terhadap Diri Sendiri

Ambar mengakhiri sesinya dengan menekankan bahwa betapa pentingnya untuk melawan rasa takut dan fokus terhadap diri sendiri untuk tidak mengikuti standar orang lain. “Semakin mengikuti orang lain jadi gampang insecure. Tiap individu punya kelebihan, Kenali lah diri sendiri dan manfaatkan kelebihan kita untuk menutupi kekurangan kita” tutup Ambar.


Dengan terselenggaranya Learning Space 2024 ini, diharapkan para peserta dapat mengambil inspirasi dan langkah konkret dalam mengikuti kegiatan atau trend yang ada, tetaplah menjadi diri sendiri dan jangan mengikuti standar orang lain, agar mendapatkan kebahagiaan dan kualitas diri sendiri.

Komentar

Rubik Puan Popular

Kenyataan Work-Life Balance yang Sering Disalahpahami

Puan nggak sih Puan ngerasa kayak semua hal minta waktu di saat yang sama kuliah, kerja, organisasi, bahkan diri Puan sendiri? Semua bilang “harus seimbang,” tapi nggak ada yang ngajarin gimana caranya. Akhirnya, kita terus coba jadi semuanya: anak yang berbakti, teman yang ada, mahasiswa yang aktif, pekerja yang nggak pernah telat, padahal diam-diam… kita cuma pengen napas sebentar. Mitos 50:50 dan kenapa ia berbahaya Work-life balance sering disalahpahami kayak rumus matematika 50% kerja, 50% istirahat. Padahal hidup nggak sesederhana itu. Keseimbangan bukan angka tetap, tapi kemampuan untuk menyesuaikan fokus sesuai fase hidup. Ada masa di mana Puan lagi all-out di karier atau kampus, dan itu nggak salah. Ada masa juga di mana Puan lagi perlu berhenti, pulih, dan mengembalikan energi dan itu juga bagian dari seimbang. American Psychological Association (2021), mencatat bahwa ketika keseimbangan kerja dan hidup terganggu, stres kronis dan burnout mudah muncul. Jadi, “seimbang” buk...

Magang atau Kuliah Dulu? Ini Panduan Biar Kamu Tetap On Track di Dunia Kampus & Karier

Image by: hotcourses.co.id Puan, pernah nggak sih, ngerasa kayak lagi di persimpangan hidup? Di satu sisi, Puan ingin fokus kuliah, ngerjain tugas, dan jaga IP biar tetap aman, tapi di sisi lain, teman-teman Puan udah banyak yang sibuk update LinkedIn atau magang di perusahaan keren? Sementara kita baru ngerjain makalah tiga bab aja udah ngos-ngosan. Lalu muncul pertanyaan “Aku harus fokus kuliah dulu, atau mulai magang biar nggak ketinggalan ya?” Tenang, Puanners. Kalau kamu lagi ada di fase itu, kamu nggak sendirian, dan jawabannya adalah nggak harus pilih salah satu. Kuncinya bukan di urutannya, melainkan di bagaimana Puan menemukan keseimbangan dan arah dari keduanya. Kuliah Adalah Fondasi, Magang Adalah Jembatannya Kuliah itu bukan cuma tentang IP dan SKS, melainkan juga waktu untuk membentuk cara berpikir dan mengenali diri. Sementara magang jadi tempat untuk menerapkan semua teori yang udah Puan pelajari di kelas. Keduanya penting, tapi porsinya bisa beda-beda tergantung Puan la...

Growth Mindset vs Fixed Mindset: Pilihan Pola Pikir yang Menentukan Masa Depan

Image by  Source of Insight Manusia pada dasarnya diciptakan berbeda beda ya, Puan, begitu juga dengan mindset yang dibangun oleh diri kita sendiri. Menurut Carol Dweck psikologi dari Stanford University mindset terbagi menjadi dua yaitu fixed mindset dan growth mindset . Apa itu fixed mindset ? Fixed mindset merupakan pola pikir yang percaya bahwa suatu kecerdasan ataupun bakat dalam individu yang sifatnya tidak akan pernah berubah. Orang yang mempunyai fixed mindset cenderung mudah menyerah, tidak mau ambil resiko atas tantangan dalam hidup serta mudah merasa terancam atas keberhasilan orang lain. Lalu, apa itu growth mindset ? Growth mindset merupakan pola pikir yang ingin selalu berkembang dan percaya bahwa sebuah kesuksesan bisa didapatkan dengan kerja keras. Dengan kata lain seorang yang mempunyai growth mindset akan selalu tampil berani serta mencoba hal-hal baru. Perbedaan kedua mindset ini apasih? Fixed mindset Menghindari tantangan karena takut dengan kegagalan te...

Fear of Being Perceived: Alasan Kamu Takut Kena Judge

             Puan, dalam ruang sosial pernah nggak sih merasa bahwa ada banyak pasang mata yang seakan mengikuti setiap gerak-gerik? Seakan tatapan orang lain yang bahkan belum tentu kita kenal aja secara nggak langsung memvalidasikan sesuatu yang kita lakukan. Contohnya saat Puan keluar rumah ada kecenderungan untuk tampil secara baik.  Dalam hal ini, semua yang Puan pakai harus menyesuaikan ekspektasi banyak orang di zaman ini. Apa yang kita unggah ke media sosial adalah sisi yang paling baik, tapi belum tentu sisi yang benar-benar mencerminkan diri sendiri. Apa Itu Fear of Being Perceived? Menurut sumber web Psychology Today, pada dasarnya setiap individu memiliki keinginan untuk divalidasi, dilihat, dan dianggap oleh orang lain sebagaimana versi diri kita yang sebenar-benarnya. Namun, dalam perjalanannya mungkin kita pernah mengalami kritik berlebih atau dianggap aneh ketika mencoba menjadi diri sendiri. Sehingga ketika kita mencoba menja...

Spiral of Silence Theory: Jadi Minoritas Jarang Didengar

source: Kompasiana.com Spiral of Silence Theory   atau yang disebut dengan teori spiral keheningan, mungkin terdengar asing ya, Puan? Tapi apakah kamu pernah merasa ketika ingin menyampaikan pendapat dalam suatu isu, namun ada keraguan dan ketakutan karena nanti menjadi terisolasi sendiri, sehingga pendapat tersebut tak jadi kamu disampaikan? Teori spiral keheningan atau  spiral of silence theory  ini pertama kali dicetuskan oleh  Elisabeth Noelle Neumann  (1973) mengenai kelompok minoritas yang cenderung akan menjadi diam atau tidak berani menyampaikan pendapatnya karena takut akan terisolasi dari lingkungan disekitarnya. Maka sering kali, minoritas mengikuti pendapat kelompok mayoritas. source: kumparan.com Dalam lingkup sosial hal ini sering terjadi, bahkan orang cenderung menghindarinya dan lebih memilih mengikuti pendapat mayoritas dengan anggapan bahwa tidak akan merasa sendiri atau terisolasi di tengah masyarakat. Melihat perilaku masyarakat Indonesia ya...